Powered By Blogger

Kamis, 27 Oktober 2011

Tara Pradipta Laksmi Suka Mengarang Cerita Dalam Kesaksiannya


Majelis Hakim, Albertina Ho kembali melanjutkan sidang kasus Anand Krishna pada Rabu (5/10). Agendanya meninjau lokasi yang disebut-sebut sebagai dugaan tempat kejadian perkara di Ciawi, Jawa Barat. Peninjauan ini menambah serentetan kejanggalan baru. Banyak keterangan para saksi justru bertentangan dengan yang telah mereka berikan sendiri di ruang persidangan yang mulia maupun kepada polisi seperti tertulis dalam BAP (Berita Acara Pemberitaan).
Hadir dalam sidang ini saksi pelapor Tara Pradipta Laksmi, saksi Leon Filman, Muhammad Djumat Abrory Djabbar, dan Shinta Kencana Kheng. Shinta terlihat hadir walau baru beberapa hari lalu menghadap Komisi Yudsisial (KY). Shinta diduga menjalin “affair” dengan Ketua Majelis lama yang telah diganti, Hari Sasangka. Laporan kasus pelanggaran kode etik itu sendiri sudah diterima KY dan Mahkamah Agung (MA).

Dalam peninjauan Albertina Ho mengklarifikasi ihwal pencahayaan di dalam ruangan kejadian perkara. Di persidangan, Tara kembali merubah keterangannya berkali-kali. Pertama kali menceritakan kondisi gelap gulita. Tapi pada saat yang sama dapat mendeskripsikan ruangan secara detail. Kuasa Hukum Anand, Dwi Ria Latifa SH menjelaskan, “Jadi pada saat itu juga, saksi merubah keterangannya begitu saja. Sekarang katanya, cahaya bukan dari dalam ruangan tapi dari lampu taman di luar.“
Ria Latifa juga menambahkan kliennya sangat kooperatif. Kliennya memberikan penjelasan posisi di mana dirinya selalu tidur. Bahkan mempersilahkan para majelis hakim untuk memeriksa kondisi sisi ranjang yang selalu digunakan oleh kliennya lebih tertekan ke dalam karena bobot badannya. Ini membantah keterangan dari Tara tentang posisi tidur kliennya. Tara sendiri kembali terdiam ketika diklarifikasi tentang hal ini.
Kuasa hukum Anand lainnya, Nahod dari Kantor Pengacara Gani Djemat SH, MH mengatakan bahwa hari ini Muhammad Djumat Abrory Djabar memberikan keterangan baru. Isterinya, Dian Mayasari pernah mendapatkan pelecehan di salah satu ruangan di dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh 6 – 7 orang. Anehnya, Abrory tidak mampu menyebutkan nama satu pun orang yang menyaksikan hal tersebut. “Saksi dapat mengingat untuk membuat cerita baru. Tapi tidak mampu mengingat satupun saksi yang melihat kejadian tersebut?” tanya Nahod. Sementara itu, Dian Mayasari sendiri selalu mangkir hadir dari panggilan pengadilan yang mulia.
Ketidakhadiran saksi penting Demitrius Baruno disayangkan Kuasa Hukum Darwin Aritonang SH. Saksi Demitrius sempat dipertanyakan berulang kali oleh Hakim Albertina Ho. Karena sebelumnya Demitrius mengaku pernah melihat dugaan pelecehan dari jarak 30 meter. Nahod menjelaskan, “Tapi ketika Majelis Hakim meninjau dan mengukur jarak 30 meter dari lokasi, yang mereka temukan adalah jurang. Jadi Demitrius harus memanjat pohon atau melayang di udara, bila benar-benar sesuai dengan keterangannya kepada para hakim di ruang sidang.”
Saksi Shinta Kencana Kheng juga dikonfrontir keterangannya ihwal adanya dugaan pesta seks. Tapi mengingat luas ruangan yang sangat sempit, tidak memungkinkan dilakukan hal tersebut. Shinta tampak berkelit dan tidak dapat menjawab.
Juru bicara Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA), Dr. Arya menjelaskan bahwa dirinya dan beberapa teman memiliki bukti tambahan. Berupa puluhan foto dan rekaman video. Di sana tampak Shinta Kencana Kheng dan Tara tampak sedang ketawa-ketiwi dan terlihat riang. “Sayang sekali dalam gambar-gambar itu juga ada wajah beberapa oknum. Mereka semestinya mencari kebenaran dan tidak membenarkan apa yang sudah terlihat jelas sebagai tuduhan buatan untuk mencelakakan orang lain. Aneh sekali wajah-wajah yang ceria dan riang itu begitu bertemu dengan Hakim Albertina Ho langsung menangis-nangis. Saya seorang dokter, dan menggunakan pengalaman saya selama puluhan tahun, saya bisa tahu jika seorang membuat-buat,” papar Dr. Arya.
Selain itu, Prashant Gangtani, putra Anand Krishna mengatakan bahwa dia juga sangat menyayangkan sikap Shinta Kencana Kheng tersebut. Awalnya dalam persiadangan selalu gagah berani, dan bahkan pernah mengatakan kepada hakim Hari Sasangka, dia bersedia untuk buka-bukaan. “Saya memperoleh seluruh keterangan dan transkrip sidang ini dari kuasa hukum Bapak. Entah indikasi buka-bukaan itu apa dan mengisyaratkan apa, karena buktinya setelah memberi isyarat “buka-bukaan” itu, Shinta bertemu dengan hakim Hari Sasangka di kegelapan malam hari. Aneh sekali bahwa sekarang di depan hakim, dia bisa menangis dan sebagainya,” ujar Prashant.
Darwin juga menyayangkan ketidakhadiran aktivis Farahdiba Agustin yang juga mengaku pernah dilecehkan. Karena sangat jauh dari sifat seorang aktivis menyangkut kebenaran. Terlebih lagi nama Farahdiba sering disebut-sebut oleh Shinta Kencana Kheng.
Saksi lain, Leon Filman juga memberikan klarifikasi yang tidak masuk akal di tempat kejadian. “Masakan dia bersaksi bahwa setiap klien saya datang, mesin ledeng pasti rusak sehingga setiap kali dia bisa mendengar suara apapun dari dalam ruangan klien saya. Apalagi di persidangan, kesaksiannya hanya menyebut satu kali saja,” tegas Darwin.
Dalam persidangan kali ini ketika melihat simbol Yesus di rumah Maya Safira Muchtar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing menegurnya, “Anda kan Muslim, kenapa ada Yesus?” Maya menjelaskan bahwa dalam agama Islam, Nabi Isa itu diakui sebagai seorang Nabi, dan dihormati.  Kuasa hukum, Dwi Ria Latifa menyampaikan bahwa salah satu anggota majelis hakim membenarkan komentar Maya, “Itu kan keyakinan.”  Selain itu, jaksa Martha juga menunjuk pada gambar salah seorang guru spiritual terdakwa. Ia menanyakan, “Walau ini di luar dakwaan, saya ingin tahu itu foto siapa?”
Kuasa Hukum lainnya yang saat itu ada dan mendampingi terdakwa, Nahod Andreas menyayangkan hal-hal semacam itu. “Ini sudah sering sekali terjadi ketika majelis hakim belum diganti, dan masih dipimpin oleh Hari Sasangka. Ternyata, setelah Majelis diganti oleh Albertina Ho, JPU pun masih saja menanyakan hal-hal yang menyangkut keyakinan seseorang dan sama sekali tidak terkait dengan dakwaan,” ujar Nahod. Kasus ini akan dilanjutkan pada tanggal 19 Oktober 2011 mendatang dengan agenda penuntutan oleh Martha Berliana Tobing.
Sementara itu, salah satu polisi yang mengamankan lokasi peninjauan ini, ketika diminta pendapatnya, sempat mengatakan bahwa dari cara menjawab pertanyaan hakim saja, sudah bisa disimpulkan bahwa kesaksian para saksi ini amat meragukan. “Saya saja seorang polisi bisa melihat keganjilan dalam karangan para saksi, apalagi seorang Hakim Albertina Ho,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar